Sob, siapa orang di dunia ini yang tidak ingin jadi
orang kaya?
Kekayaan memang bisa melenakan kita, Rasulullah Saw.
bersabda;
«إِنَّ
لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةٌ، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ»
“Sesungguhnya pada setiap umat (kaum)
ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah
harta”.( HR. Tirmidzi no. 2336, shahih.)
Ini memang harus kita waspadai, namun jangan kita
jadikan alasan untuk mensyukuri kemiskinan. Mencari rejeki sudah menjadi kewajiban
kita di hamparan bumi Allah ini.
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:لَوْ اَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ
حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ, تَغْدُو خِمَاصًا
وَتَرُوحُ بِطَانًا.
Dari Umar Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Kalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]
Dari Umar Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Kalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]
Tawakkal bukanlah pasrah! Tawakkal adalah usaha dan
hasilnya kita serahkan sepenuhnya kepada sang pemberi rejeki. Seperti halnya burung
yang keluar pagi hari untuk mencari rejeki. Dan bila kekayaan kita diberengi
dengan keimanan yang besar, sungguh kekayaan itu bisa menjadi aset ibadah yang
sangat bernilai di sisi Allah.
Untuk menjadi kaya, kita harus mencari rejeki, Sob! Allah
swt telah meletakkan undang-undang tetap tentang rejeki sejak di lauhul
mahfudh. Ada beberapa hal yang kudu kita ketahui tentang hakikat rejeki;
1.
Rejeki itu bukan
sebatas materi berupa harta. Rejeki mengandung makna luas seperti memiliki
anak, kesehatan, kekuatan, kepintaran, bebas dari beban pikiran. Jadi, bila ada
orang yang memiliki harta berlimpah tetapi mengidap penyakit berat misalnya,
atau mempunyai beban pikiran yang pelik karena banyak masalah, maka orang itu
belum disebut sebagai orang kaya. Karena dengan penyakit atau beban pikiran
itu, ia tidak dapat menikmati hartanya.
2.
Rejeki kita
masing-masing sudah tertulis di lauhul mahfudh
Meskipun sudah tercatat, bukan berarti
rejeki itu akan turun dengan sendirinya dari langit! Kuncinya adalah usaha.
Kalau menurut Syekh Sya’rawi, perkara rejeki ini sudah jelas, dan kita diberi
dua pilihan, apakah kita ingin memperoleh rejeki dengan jalan yang halal atau
sebaliknya, melalui cara-cara yang haram. Dan setiap pilihan akan kita
pertanggungjawabkan kelak di hari perhitungan.
Dan kita harus ingat, Sob!
Malas-malasan, hanya berdo’a saja tanpa ada usaha tidak termasuk dalam kedua
pilihan di atas! He..he..
3. Ada
beberapa rahasia untuk menjadi kaya;
Pertama, sering-sering bersyukur.
Kedua, perbanyak istighfar.
Ketiga, sering-sering silaturrahmi.
Keempat, sungguh-sungguh dalam usaha.
Kalau kita lihat sejarah para sahabat
Rasulullah dahulu, banyak di antara mereka merupakan orang kaya. Tidak tanggung-tanggung,
kalau diibaratkan zaman sekarang ini kekayaan mereka setara dengan kekayaan seorang
Bill Gates. Sebagai contoh sebut saja Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf,
Zubair bin Awwam. Tetapi, harta kekayaan itu tidak mendekap di dalam hati
mereka! Mereka tidak takut kehilangan harta demi perjuangan di jalan Allah.
Masih ingat kan, Sob? Kisah Abdurrahman
bin Auf yang merelakan kehilangan seluruh hartanya di Mekah ketika ia berhijrah
di jalan Allah ke Madinah bersama Rasulullah. Ia tidak sampai bunuh diri karena
bangkrut, itu karena harta kekayaannya tidak mendekap di dalam hati. Namun apa
yang terjadi di Madinah, karena keuletannya dalam berdagang, meskipun dengan
modal yang sangat minim Abdurrahman bin Auf mampu bangkit kembali dan menjadi
salah satu saudagar terkaya di Madinah.
Sob, postingan kali ini bukan bermaksud
agar kita terus mengejar kekayaan dan melupakan ibadah. Muslim yang kuat lebih
baik daripada muslim yang lemah. Dan kenyataannya hari ini, kekayaan merupakan
salah satu aspek kekuatan.
Hal terpenting di sini, aku hanya ingin
memotivasi diri sendiri dan kita semua;
“Kaya itu harus, karena simbol kekuatan
zaman sekarang. Kekayaan
harus berada dalam genggaman. Namun, kekayaan jangan sampai mendekap dalam hati”