Ketika mendengar kata Sudan. Yang terbayang di benak sebagian besar orang adalah tentang kemiskinan, keterbelakangan, busung lapar dan peperangan. Coba saja ketik ‘Sudan’ di search box mesin pencari seperti google, yahoo dan sejenisnya. Maka akan muncul fenomena mengiris hati dimana-mana.
Sudan memang sedang dilanda krisis. Konflik di Darfur, Sudan bagian barat sejak tahun 2003 lalu telah banyak memakan korban. Saat ini Darfur sedang mengalami krisis kemanuasiaan dimana terjadi konfik bersenjata antara kelompok militan Janjaweed dukungan pemerintah dan kelompok-kelompok rebel. Sudan Liberation Movement atau SLA dan Justice and Equality Movement atau JEM adalah nama-nama kelompok rebel yang paling besar disamping ada puluhan kelompok-kelompok bersenjata lainnya yang sedang berseteru dengan pemerintah Sudan. Namun awal tahun 2010 ini, Pemerintah Sudan dan pemberontak Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) sepakat menandatangani perjanjian gencatan senjata dan sepakat bekerja untuk mencapai sebuah perjanjian perdamaian penuh. Itu artinya, Darfur dalam proses menuju perdamaian.
Konflik darfur disebabkan karena Khartoum mengabaikan wilayah barat yang sebagian besar gurun itu. Konflik di janub juga tidak jauh beda, kandungan petroleum yang banyak terdapat di wilayah itu kurang dirasakan oleh masyarakat setempat. Dibalik ketimpangan ekonomi yang menjadi penyebab terjadinya pemberontakan, terdapat hidden agenda para mafia dunia yang rakus untuk mengambil keuntungan. Siapa lagi yang menyuplai senjata kepada mereka jika bukan pihak ketiga yang ingin mengambil keuntungan dalam kesempitan.
Di negara terluas di Afrika ini, terdapat Warga negara indonesia sekitar 500 jiwa. Mayoritasnya adalah mahasiswa dan selebihnya pekerja TKI/TKW dan wirausahawan. Para WNI kebanyakan tinggal di distrik-distrik yang ramai penduduk. Seperti wilayah ibukota, khartoum, omdurman dan kubri. Kondisi keamanan tidak seburuk yang di bayangkan. Warga Indonesia dan warga asing lainnya hidup tentram dan sejauh ini aman-aman saja. Seaman tinggal di Jakarta saat terjadi konflik di Aceh. Begitulah kira-kira perbandingannya.
Mahasiswa asal indonesia banyak kita jumpai dikampus-kampus besar seperti, Omdurman University, Nilen University, Al-Qur’anul Karim University, Khartoum International Institute for Arabic Language (KIIFAL) dan Afrikia University (Jami’ah Afrikia)... Sebenarnya masih banyak kampus-kampus besar di Sudan seperti, Jami’ah Khartoum, Jami’ah Maftuhah dan lain sebagainya. Namun kebanyakan mahasiswa asal Indonesia yang menimba ilmu ke Sudan berorientasi pada ilmu keagamaan atau literature arab. Sedangkan ilmu-ilmu umum seperti tekhnik, arsitek, kedokteran, ekonomi tentunya lebih banyak yang belajar ke Eropa.
Sudan memiliki tiga musim. Musim panas dengan suhu maksimum mencapai 52 derajat celcius. Musim dingin, dengan suhu minimun hingga 10 derajat celcius dan musim semi. Di Sudan juga banyak tempat wisata yang menarik. Walaupun masih kalah jauh dibanding daerah wisata di Indonesia. Seperti pusat berburu burung di pulau umdum. Dilansir ada ratusan species burung di pulau ini, untuk mencapainya kita harus menyeberang sungai nil dengan perahu. Bagi yang suka petualangan, Jabal Aulia adalah tempat yang paling tepat. Selain menyajikan pemandangan sungai nil dari dekat, kita juga bisa menyusuri bukit terjal yang di kenal dengan jabal aulia. Atau bagi yang ingin suasana santai atau sekedar berenang di sungai nil, datang saja ke kla kla, objek wisata keluarga ini selalu ramai saat liburan. Selain merasakan dinginnya air sungai terbesai di dunia ini, kita juga bisa memancing ikan di kawasan kla-kla ini.
Sudan, dengan penduduknya yang ramah dan bersahabat bukanlah tempat menakutkan di dunia. Yang perlu kita pahami adalah persoalan tentang perbedaan budaya (cross culture understanding). Jika tidak, culture shock yang tidak jarang berujung pada konflik antar sesama akan terjadi. Makanan dan cuaca juga menjadi persoalan bagi kita, tapi hanya butuh sedikit adaptasi untuk bisa terbiasa.
Tikram,..
Sudan memang sedang dilanda krisis. Konflik di Darfur, Sudan bagian barat sejak tahun 2003 lalu telah banyak memakan korban. Saat ini Darfur sedang mengalami krisis kemanuasiaan dimana terjadi konfik bersenjata antara kelompok militan Janjaweed dukungan pemerintah dan kelompok-kelompok rebel. Sudan Liberation Movement atau SLA dan Justice and Equality Movement atau JEM adalah nama-nama kelompok rebel yang paling besar disamping ada puluhan kelompok-kelompok bersenjata lainnya yang sedang berseteru dengan pemerintah Sudan. Namun awal tahun 2010 ini, Pemerintah Sudan dan pemberontak Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) sepakat menandatangani perjanjian gencatan senjata dan sepakat bekerja untuk mencapai sebuah perjanjian perdamaian penuh. Itu artinya, Darfur dalam proses menuju perdamaian.
Konflik darfur disebabkan karena Khartoum mengabaikan wilayah barat yang sebagian besar gurun itu. Konflik di janub juga tidak jauh beda, kandungan petroleum yang banyak terdapat di wilayah itu kurang dirasakan oleh masyarakat setempat. Dibalik ketimpangan ekonomi yang menjadi penyebab terjadinya pemberontakan, terdapat hidden agenda para mafia dunia yang rakus untuk mengambil keuntungan. Siapa lagi yang menyuplai senjata kepada mereka jika bukan pihak ketiga yang ingin mengambil keuntungan dalam kesempitan.
Di negara terluas di Afrika ini, terdapat Warga negara indonesia sekitar 500 jiwa. Mayoritasnya adalah mahasiswa dan selebihnya pekerja TKI/TKW dan wirausahawan. Para WNI kebanyakan tinggal di distrik-distrik yang ramai penduduk. Seperti wilayah ibukota, khartoum, omdurman dan kubri. Kondisi keamanan tidak seburuk yang di bayangkan. Warga Indonesia dan warga asing lainnya hidup tentram dan sejauh ini aman-aman saja. Seaman tinggal di Jakarta saat terjadi konflik di Aceh. Begitulah kira-kira perbandingannya.
Mahasiswa asal indonesia banyak kita jumpai dikampus-kampus besar seperti, Omdurman University, Nilen University, Al-Qur’anul Karim University, Khartoum International Institute for Arabic Language (KIIFAL) dan Afrikia University (Jami’ah Afrikia)... Sebenarnya masih banyak kampus-kampus besar di Sudan seperti, Jami’ah Khartoum, Jami’ah Maftuhah dan lain sebagainya. Namun kebanyakan mahasiswa asal Indonesia yang menimba ilmu ke Sudan berorientasi pada ilmu keagamaan atau literature arab. Sedangkan ilmu-ilmu umum seperti tekhnik, arsitek, kedokteran, ekonomi tentunya lebih banyak yang belajar ke Eropa.
Sudan memiliki tiga musim. Musim panas dengan suhu maksimum mencapai 52 derajat celcius. Musim dingin, dengan suhu minimun hingga 10 derajat celcius dan musim semi. Di Sudan juga banyak tempat wisata yang menarik. Walaupun masih kalah jauh dibanding daerah wisata di Indonesia. Seperti pusat berburu burung di pulau umdum. Dilansir ada ratusan species burung di pulau ini, untuk mencapainya kita harus menyeberang sungai nil dengan perahu. Bagi yang suka petualangan, Jabal Aulia adalah tempat yang paling tepat. Selain menyajikan pemandangan sungai nil dari dekat, kita juga bisa menyusuri bukit terjal yang di kenal dengan jabal aulia. Atau bagi yang ingin suasana santai atau sekedar berenang di sungai nil, datang saja ke kla kla, objek wisata keluarga ini selalu ramai saat liburan. Selain merasakan dinginnya air sungai terbesai di dunia ini, kita juga bisa memancing ikan di kawasan kla-kla ini.
Sudan, dengan penduduknya yang ramah dan bersahabat bukanlah tempat menakutkan di dunia. Yang perlu kita pahami adalah persoalan tentang perbedaan budaya (cross culture understanding). Jika tidak, culture shock yang tidak jarang berujung pada konflik antar sesama akan terjadi. Makanan dan cuaca juga menjadi persoalan bagi kita, tapi hanya butuh sedikit adaptasi untuk bisa terbiasa.
Tikram,..