Dalam
kehidupan kita, harus ada prioritas-prioritas yang mesti dijaga. Demikian halnya
dalam ranah fiqih. Fenomena yang jelas terlihat di tengah
masyarakat saat ini, begitu marak dan megahnya kegiatan-kegiatan yang bersifat
hiburan, sedangkan kegiatan keilmuan semakin sedikit. Lihat saja antusiasme
masyarakat menghadiri nonton bola bareng atau konser band tertentu, dan
bandingkan dengan kegiatan-kegiatan keilmuan seperti pengajian, ceramah atau
seminar.
Syeh
Yusuf Qardawi memberi batasan prioritas, yaitu dengan menempatkan sesuatu
sesuai kedudukannya وضع
كل شيء في مرتبته) ( .
Sebagai
contoh nyata (waqi’), ada orang kaya yang zakat nya rajin, tetapi
shalatnya masih bolong-bolong. Ia merasa sebagai dermawan yang rajin zakat,
banyak sedekah ke mesjid, haji berkali-kali. Sehingga ia beranggapan bahwa ia
tidak perlu shalat lagi. Atau sebaliknya, ada orang yang shalatnya sangat
rajin, tetapi menyisihkan hartanya untuk zakat atau menunaikan haji sangat
berat, padahal ia mampu.
Abu
Bakar r.a. pernah berkata:
لأقاتلنَّ مَن فرّق بين الصلاة والذكاة
(Sungguh, saya akan
memerangi siapapun yang memisahkan antara kewajiban shalat dan zakat)
Kasus
di atas adalah bukti penempatan prioritas yang sangat keliru. Shalat dan
zakat,keduanya adalah wajib (asas) yang harus ditunaikan. Tidak ada pilihan ataupun
prioritas dalam ibadah yang sama-sama fardhu. Terlebih lagi, bila kita
memprioritaskan ibadah yang hukumnya sunnah di atas yang fardhu!
Contoh
nyata yang lain, hari ini kita terseret jauh dalam labirin Ghauzul Fikr (perang
pemikiran) yang di lemparkan oleh musuh-musuh Islam. Sehingga kita terlalu
banyak menghabiskan waktu untuk saling berdebat soal-soal khilafiah dalam
agama. Kita terlena dengan ego masing-masing dengan merasa pendapatnya paling
benar. Kita stuck pada level debat terbuka ini, sementara mereka (musuh islam) sudah
mencapai level produktivitas. Akhirnya, saat mereka berlomba-lomba dalam berkarya,
kita juga berlomba-lomba dalam mengkonsumsi karya mereka (hedonisme).
Inilah
yang kerap membuat hati geram, seharusnya kita mendahulukan yang Ushuluddin
(asas-asas dalam agama) dalam kehidupan kita, jangan malah saling mencaci hanya
untuk perkara furu’uddin (cabang dalam agama)! Mana contoh perkara furu’uddin?
Shalat tarawih (kenapa terus berdebat tentang bilangannya, toh shalat tarawih
ini sunnah (cabang) bukan wajib (asas) hukumnya?!)
Banyak
contoh yang lain, hanya saja yang ingin kita gariskan di sini, mari kita ‘naik
kelas’, tidak usah lagi banyak berdebat, karena debat hanya menimbulkan perpecahan, mari kita banyak berbuat. Dalam Islam
ada landasan Fiqh Prioritas (Fiqh Aulawiyah), kenapa kita tidak mulai
menempatkan sesuatu sesuai prioritasnya?
Tabek,-
yup betul betul,,untuk apa berdebat karna hanya akan mmbuka jurang yg tak ada penyelesaian nya..musuh islam pun tertawa melihat kita saling berdebat, prioritas kan yg wajib ..nice post.
Artikel ini saya suka, biasanya orang yang berkutat pada hal khilafiyah dan furu'iyah tidak akan kemana2, jiwanya diliputi perdebatan dan permusuhan, tdk berusaha mencari titik temunya
masih banyak umat Islam masih terkungkung dengan fanatisme golongan, fanatisme madzab, sehingga menolak hal yg diluar golongannya walau sebuah kebenaran.
mari kita belajar jadi seorang muslim yg moderat, muslim ahlussunnah wal jamaah, dan selalu mendahulukan kebenaran dari Allah dan Rasulnya ketimbang golongan...
tabe',makasih untuk renungannya...
makasih ya sdh mengingatkan...
Tiya :: Tapi bukan berarti yang sunnah kita abaikan lho! Hehe
Insan :: Itulah permasalahan Islam sekarang, jadi susah untuk bersatu
Atma, Bu Sukma :: Terimakasih sudah berkunjung ^^